Istri cantik, bukanlah satu-satunya kriteria bagi seorang mu'min yang
memiliki cita-cita untuk membangun keluarga yang sakinah, mawaddah wa
rahmah.
keshalihan sang istri merupakan kriteria utama dan
didambakan seorang lelaki di antara sekian banyak kriteria yang
diinginkannya.
Apalah arti istri yang cantik, jika ia
tidak taat kepada sang suami, suka membuatnya jengkel dan sakit hati,
tidak menyenangkan ketika berada di dekatnya, tidak amanah, dan lain
sebagainya.
Tentunya keadaan seperti ini dapat membuat
sang suami merasa tak aman dan nyaman berlama-lama di dalam rumah,
bahkan boleh jadi rumah baginya laksana neraka.
Beginilah
konsekuensi yang akan ditanggung oleh seorang lelaki, tatkala ia
memutuskan kecantikanlah sebagai kriteria utama dan segalanya dalam
memilih partner hidupnya, meskipun ia tidak memiliki keshalihan.
Seorang
istri demikianlah yang memiliki potensi besar untuk tidak patuh kepada
seorang suami, menyeleweng, dan cenderung mengabaikan hak-haknya.
Padahal hak seorang suami atas seorang istri merupakan seagung-agungnya
hak setelah hak Allah subhanahu wata’ala dan RasulNya shallallahu
‘alaihi wasallam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda, "Kalau seandainya aku boleh menyuruh seorang untuk sujud
kepada orang lain, niscaya aku akan menyuruh seorang istri untuk sujud
kepada suaminya." (HR. at-Tirmidzi. Dan ia berkata, "Hasan Shahih.").
Maka
perlu bagi seorang wanita, baik yang sudah menjadi seorang istri,
maupun yang akan menjadi seorang istri, untuk berusaha mencari tahu
kiat-kiat khusus yang harus dilaksanakan agar ia menjadi dambaan dan
pujaan para suami.
Mudah-mudahan beberapa pesan dan
nasehat di bawah ini bisa menjadi kiat-kiat yang berharga bagi para
wanita untuk mewujudkan impiannya, menjadi idola dan idaman sang suami,
serta untuk menggapai kebahagian yang hakiki dalam mengarungi lautan
kehidupan rumah tangga yang penuh dengan liku-liku ini bersama suami
tercinta.
Kiat-kiat tersebut di antaranya adalah:
•
Hendaklah seorang istri merasa cukup dan ridha dengan pemberian yang
sedikit dari sang suami. Tidak banyak menuntutnya, sehingga membuatnya
kecewa dan dapat menjerumuskannya untuk mencari nafkah dengan jalan dan
cara yang haram. Sungguh para wanita generasi Salafush-Shalih, apabila
suaminya hendak berangkat dari rumahnya untuk mencari nafkah, ia berkata
kepadanya, "Jauhkanlah (wahai suamiku) mencari nafkah yang haram.
Sesung-guhnya kami mampu bersabar menahan lapar, akan tetapi kami tidak
mampu bersabar menahan panasnya api neraka!"
• Hendaklah
seorang istri menjauhkan diri dari berbuat durhaka kepada suaminya,
meninggikan suara ketika berbicara kepadanya, dan selalu mengeluhkan
tentang suaminya kepada keluarganya.
Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda kepada seorang wanita, "Bagaimana sikapmu
terhadap suamimu?! Sesungguhnya ia adalah surga dan nerakamu!" (HR.
an-Nasa'i dan Ahmad).
• Hendaklah seorang istri tidak
meminta kepada suaminya seorang pembantu wanita yang masih muda, karena
hal itu dapat menjadi sebab sang suami menceraikannya. Dan karena
seorang pembantu wanita muda lebih berpotensi mengundang fitnah dalam
rumah tangga. Khususnya fitnah bagi sang suami. Tidak sedikit
kasus-kasus perselingkuhan terjadi di dalam rumah tangga antara seorang
suami dengan seorang pembantu wanita muda, karena seringnya komunikasi,
saling memandang dan berdua-duaan, tatkala sang istri tak ada di rumah,
dan lain sebagainya. Kemudian terjadilah perselisihan dan percekcokan
antara suami dan istri yang berakhir pada perceraian.
Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Tidaklah aku meninggalkan
fitnah sepeninggalanku ini bagi para lelaki yang lebih berbahaya, selain
para wanita." (Muttafaq 'alaih).
Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam juga bersabda, “Janganlah sekali-kali seorang lelaki
berkhalwat (berdua-duaan) dengan seorang wanita melainkan ada mahram
bersamanya, lalu seorang lelaki berdiri dan berkata, "Wahai Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam, istriku hendak keluar menunaikan haji,
sedangkan namaku telah terdaftar untuk mengikuti perang ini dan itu.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Pulanglah kamu! Dan
berhajilah bersama istrimu!". (Muttafaq 'alaih).
Dan Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda, "Barangsiapa yang beriman
kepada Allah dan hari Akhir, janganlah sekali-kali ia berkhalwat
(berdua-duan) dengan seorang wanita yang tidak ada mahram bersamanya,
maka sungguh ketiganya adalah syetan." (HR. Ahmad, dengan sanad yang
shahih)
• Hendaklah seorang istri mengetahui bahwa hak
suami harus lebih diutamakan dari semua hak kerabat/ keluarganya. Jika
mendapatkan hak-hak yang saling bertabrakan, maka ia harus tetap
mengutamakan hak suami, dan hendaklah ia mengabaikan yang lainnya.
•
Hendaklah seorang istri menjaga harta suaminya, tidak menggunakannya
tanpa sepengetahuannya. Jika ia bersedekah dari hartanya dengan
idzinnya, maka ia mendapatkan pahala seperti pahala suaminya. Jika ia
bersedekah tanpa ridhanya, maka suaminya mendapatkan pahala, sedangkan
ia mendapatkan dosa.
• Hendaklah seorang istri menghindar
dari pergaulan dengan para tetangga yang tidak baik, teman-teman yang
buruk perangainya, yang dapat mempe-ngaruhinya sehingga ia bersikap
buruk terhadap suaminya, dan dapat menjadi sebab terjadinya perselihan
antara ia dengannya, serta dapat merendahkan martabat dan harga diri
suami di hadapannya.
• Hendaklah seorang istri bersikap
sabar atas perlakuan suaminya yang kurang baik. Hendaklah ia bijaksana
dalam menyikapinya tatkala sedang emosi, niscaya suaminya akan memujinya
pada waktu ia senang. Dan hendaklah ia juga mengetahui, bahwa
problematika dalam rumah tangga tidak akan menjadi besar kecuali jika
hal itu disikapi dengan keras kepala dan kesombongan. Maka janganlah ia
menghancurkan rumah tangganya dengan sikap keras kepala dan kesombongan.
• Hendaklah seorang istri memenuhi panggilan suaminya dalam situasi dan kondisi apa pun.
Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Barangsiapa mengajak istrinya
ke tempat tidurnya, lalu ia enggan, maka para malaikat melaknatnya
hingga pagi." (Muttafaq 'alaih)
• Hendaklah seorang istri
tidak menyebutkan atau menceritakan 'sifat'/keistimewaan wanita lain
kepada suaminya. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang hal
tersebut.
Sebagaimana sabda shallallahu ‘alaihi wasallam
beliau, "Janganlah seorang wanita bergaul dengan wanita lain, kemudian
ia menceritakan wanita tersebut kepada suaminya, seakan-akan suaminya
melihatnya (wanita tersebut)."(Muttafaq 'alaih).
•
Hendaklah seorang istri mampu menjadi pemimpin di rumah suaminya dan
bertanggung jawab terhadap anak-anaknya, dengan menyuruh mereka berbuat
baik, dan melarang mereka dari perbuatan yang mungkar (tidak baik).
Serta tidak meridhai jika ada sesuatu yang mungkar di rumahnya. Dan
hendaklah ia mengerti bahwasanya tidak ada ketaatan kepada satu
makhlukpun dalam maksiat kepada Allah subhanahu wata’ala.
Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "…Dan seorang wanita (Ibu)
adalah pemimpin di rumah suaminya, dan akan mem pertanggungjawabkan atas
kepemimpinannya,…”(HR. al-Bukhari dan Muslim).
Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda, "Apabila salah seorang di
antara kalian melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mencegahnya dengan
tangannya, dan apabila ia tidak mampu, maka hendaklah ia mencegahnya
dengan lisannya, dan apabila tidak mampu juga, maka hendaklah ia
mencegahnya dengan hatinya, dan yang demikian itu adalah
selemah-lemahnya iman." (HR. Muslim, Abu Daud, an-Nasai, at-Tirmidzi,
Ibnu Majah dan Ahmad).
Wallahu a'alam.
Semoga kita bisa mengambil hikmah dari catatan ini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar